Proteksi kebakaran aktif dan pasif | Kewajiban bagi seluruh warga negara Indonesia untuk tunduk pada perundangan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 186 tahun 1999Ā tentang Unit Penanggulangan Kebakaran, seorang pemimpin wajib mencegah, melakukan mitigasi kebakaran dan memadamkannya, serta melakukan latihanĀ penanggulanggan kebakaranĀ di tempat kerja. Salah satunya adalah pembentukan tim penanganan dan ketersediaan peralatan standar yang bisa berfungsi dengan baik saat dibutuhkan.
Seperti yang dikutip dari Kompas.com, Kepala Peleton Grup A Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Suku Dinas Jakarta Selatan Sri Widodo mengatakan, setiap gedung bertingkat harus memiliki tim manajemen keselamatan kebakaran gedung (MKKG). Tim ini bertugas mengevakuasi, memadamkan kebakaran, dan mengatur semua penghuni gedung di titik kumpul yang sudah ditentukan. Bukan hanya tim penanggulangan kebakaran saja yang harus tersedia, sistem proteksi kebakaran aktif dan pasif juga harus tersedia di setiap gedung.
Proteksi kebakaran secara aktif dapat berupa alat maupun instalasi yang disiapkan untuk mendeteksi dan atau memadamkan kebakaran. Beberapa contoh sarana proteksi kebakaran aktif yang sering digunakan antara lain, detektor asap, api maupun panas, alarm kebakaran otomatis maupun manual, tabung pemadam/APAR (Alat Pemadam Api Ringan), sistem hidran, dan sistem sprinkler.
Sementara proteksi kebakaran secara pasif berupa alat, sarana atau metode/cara mengendalikan asap, panas maupun gas berbahaya apabila terjadi kebakaran. Di antara sarana proteksi kebakaran pasif antara lain, sistem kompartementasi (Pemisahan Bangunan Resiko Kebakaran Tinggi), sarana evakuasi dan alat bantu evakuasi, sarana dan sistem pengendali asap dan api (Fire Damper, Smoke Damper, Fire Stopping, dll), danĀ Fire RetardantĀ (Sarana Pelambat Api).
Hal yang patut dipastikan adalah semua sistem proteksi yang dimiliki perusahaan harus selalu dipastikan agar dapat berfungsi dengan baik. Untuk memastikan kondisi dan kualitasnya, penanggung jawab wajib melakukan inspeksi dan audit secara berkala agar saat kebakaran terjadi, semua sistem proteksi dapat melindungi aset gedung dengan baik.
Tentunya selain semua sumber daya yang dimiliki oleh gedung, jika terjadi kebakaran dan tim penanggulangan kebakaran melakukan tugasnya sesuai prosedur operasional standar yang telah ditentukan, pengelola gedung harus memberi kabar kepada Dinas Penanggulangan Kebakaran setempat agar bisa membantu pemadaman api dengan kemampuan dan peralatan yang lebih memadai.
Sumber: Indonesiasafetycenter.org, liputan6.com dan kompas.com