Air menjadi kebutuhan dasar untuk manusia. Semua masyarakat Indonesia berhak untuk mendapatkan air bersih. Tapi, sayangnya data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) tercatat hingga akhir tahun 2019 akses air bersih baru mencapai 72%. Tidak meratanya akses air paling dirasakan oleh masyarakat pedesaan.
Air menjadi kebutuhan dasar untuk manusia. Semua masyarakat Indonesia berhak untuk mendapatkan air bersih. Tapi, sayangnya data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) tercatat hingga akhir tahun 2019 akses air bersih baru mencapai 72%. Tidak meratanya akses air paling dirasakan oleh masyarakat pedesaan.
Di mana 6.000 warga desa sangat sulit untuk mendapatkan air bersih dan harus berjalan kaki puluhan kilometer membawa galon dan jeriken. Belum lagi, jika di sekitar desa tersebut tidak terdapat sumber air, maka mereka harus menunggu datangnya bantuan dropping air bersih dari pemerintah.
Data terkini dari situs monitor Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang dimuat di website Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa masih ada 8,6 juta rumah tangga di Indonesia yang tidak menggunakan toilet. Mereka buang air besar di ladang, semak, hutan, parit, jalan, sungai atau ruang terbuka lainnya. Hal tersebut juga berisiko terhadap kesehatan anak dan masyarakat karena dapat mencemari pasokan air. Ironinya, survei air minum 2017 di Yogyakarta, menemukan bahwa 89 persen sumber air dan 67 persen air minum rumah tangga terkontaminasi oleh bakteri tinja.
Permasalahan air ini juga memengaruhi sektor pertanian yang mayoritas pekerjannya adalah masyarakat desa. Imbasnya lahan pertanian mereka akan mengalami gagal panen yang mengakibatkan terganggunya perekonomian mereka.
Tentu saja, ini menjadi pekerjaan rumah (pr) besar untuk pemerintah dalam mengatasi masalah air di Indonesia. Kementerian PU-Pera menyalurkan 32 triliun untuk Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) untuk menjalani program 100-0-100. Maksud dari program tersebut adalah bagaimana akses air minum terpenuhi untuk masyarakat tercapai 100 %, lalu bagaimana kawasan kumuh itu hilang hingga target 0%, serta bagaimana sanitasi lingkungan terpenuhi dengan baik (100%). Program tersebut diakui belum maksimal, tercatat baru 72% di tahun 2019.
Langkah lain yang dilakukan pemerintah adalah berkolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat untuk membangun sumur. Tercatat dalam dua tahun berkerja sama dengan lembaga keuangan dan dapat dikembangkan 3 sumur. Dalam hal ini masyarakat pedesaan sangat terbantu, terlebih lagi ringannya iuran bulanan sebesar Rp30.000 untuk perawatan pengganti pompa, sumur yang rusak, atau penambahan jaringan.
Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman Bappenas, Tri Dewi Virgianti, akan meninjau kembali mengenai pinjaman di bank untuk membuat air dan sanitasi. Jadi, setiap warga bisa mencicil kepada bank terkait untuk membangun air dan sanitasi. Setiap warga harus mendapatkan hak air dan sanitasi yang dikelola dengan aman sehingga dapat meningkatkan kesehatan, gizi dan produktivitas masyarakat.
Untuk mendukung program pemerintah, Synergy Solusi sebagai perusahan yang peduli dengan lingkungan dan energi telah berkerjasama dengan pemerintahan dan perusahan di seluruh Indonesia untuk mengatasi masalah lingkungan, salah satunya terkait dengan pengelolaan air, limbah sampah dan lainnya. Kami menyediakan jasa konsultasi, training, dan sertifikasi. Maka dari itu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan kami, ya!
Sumber:
indozone.id
mediaindonesia
unicef.org